MANAJEMEN KEUANGAN II
“KEGAGALAN PERUSAHAAN DAN REORGANISASI”
Disusun untuk memenuhi tugas keuangan di semester empat
Disusun Oleh:
1. Siti Nurhidayah (5130014015)
2. Arofa Diah (5130014021)
3. M. Rizal Rachamatullah (5130014034)
4. Cici Annisaa Wati (5230014002)
5. Dian Permata Sari (5230014011)
Dosen pembimbing:
Ninnasi MuttaqIin,S.MB.MSM
PRODI S1 MANAJEMEN DAN AKUTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2016
PEMBAHASAN
A.
Kegagalan
Perusahaan
Kebangkrutan
biasanya diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi
perusahaan untuk menghasilkan laba. Kebangkrutan juga sering disebut likuidasi
perusahaan atau penutupan perusahaan atau insolvabilitas.
Menurut Drs. A.
Abdurrachman dalam Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan, kebangkrutan
adalah suatu proses yang dilakukan oleh seorang debitur dengan mengisi suatu
petisi yang menyatakan bahwa ia tidak mampu untuk memenuhi kewajiban-kewajibanya
atau hutang-hutangnya dan bersedia dinyatakan bangkrut.
Kegagalan dalam arti ekonomi biasanya berarti bahwa
perusahaan kehilangan uang atau pendapatan perusahaan tidak menutup biayanya
sendiri, ini berarti tingkat labanya lebih kecil dari biaya modal atau nilai
sekarang dari arus kas perusahaan lebih kecil dari kewajiban. Kegagalan terjadi
bila arus kas sebenarnya dari perusahaan tersebut jatuh di bawah arus kas yang
diharapkan. Bahkan kegagalan dapat juga berarti bahwa tingkat pendapatan atas
biaya historis dari investasinya lebih kecil daripada biaya modal perusahaan.
Kegagalan keuangan bisa diartikan sebagai insolvensi yang
membedakan antara dasar arus kas dan dasar saham. Insolvensi atas dasar arus
kas ada dua bentuk: Insolvensi Teknis dan Insolvensi dalam pengertian
kebangkrutan. Insolvensi teknis adalah Perusahaan dapat dianggap gagal jika
perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo.
Walaupun total aktiva melebihi total utang atau terjadi bila
suatu perusahaan gagal memenuhi salah satu atau lebih kondisi dalam ketentuan
hutangnya seperti rasio aktiva lancar terhadap utang lancar yang telah
ditetapkan atau rasio kekayaan bersih terhadap total aktiva yang disyaratkan.
Insolvensi juga terjadi bila arus kas tidak cukup untuk memenuhi pembayaran
kembali pokok pada tanggal tertentu. Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan
adalah kebangkrutan didefinisikan dalam ukuran sebagai kekayaan bersih negatif
dalam neraca konvensional atau nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan
lebih kecil dari kewajiban.
Kebangkrutan dari berbagai pengertian di atas dapat
disimpulkan sebagai suatu keadaan atau situasi dalam hal ini perusahaan gagal
atau tidak mampu lagi memenuhi kewajiban-kewajiban kepada debitur karena
perusahaan mengalami kekurangan dan ketidakcukupan dana untuk menjalankan atau
melanjutkan usahanya sehingga tujuan ekonomi yang ingin dicapai oleh perusahaan
tidak dapat dicapai yaitu profit, sebab dengan laba yang diperoleh perusahaan
bisa digunakan untuk mengembalikan pinjaman, membiayai operasi perusahaan dan
kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi bisa ditutup dengan laba atau aktiva
yang dimiliki.
Faktor Penyebab Kebangkrutan
Perusahaan yang berada pada Negara
sedang mengalami kesulitan ekonomi
akan lebih cepat mengalami kebangkrutan, karena kesulitan ekonomi akan memicu semakin cepatnya
kebangkrutan perusahaan yang mungkin tadinya sudah sakit kemudian semakin sakit
dan bangkrut. Perusahaan yang belum sakitpun akan mengalami kesulitan dalam
pemenuhan dana untuk kegiatan operasional perusahaan akibat adanya krisis
ekonomi tersebut. Namun demikian, proses kebangkrutan sebuah perusahaan tentu
saja tidak semata-mata disebabkan oleh faktor ekonomi saja, tetapi bisa juga
disebabkan oleh faktor lain yang sifatnya non ekonomi.
Menurut Darsono dan Ashari (2005:104) mendeskripsikan bahwa
secara garis besar penyebab kebangkrutan bisa dibagi menjadi dua yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari
bagian internal manajemen perusahaan. Sedangkan faktor eksternal bisa berasal
dari faktor luar yang berhubungan langsung dengan operasi perusahaan atau faktor
perekonomian secara makro.
Faktor
internal yang bisa menyebabkan kebangkrutan perusahaan meliputi:
1. Manajemen
yang tidak efisien akan mengakibatkan kerugian terus- menerus yang pada akhirnya menyebabkan perusahaan tidak
dapat membayar kewajibannya. Ketidakefisien
ini diakibatkan oleh pemborosan dalam biaya, kurangnya keterampilan dan
keahlian manajemen.
2. Ketidakseimbangan dalam modal yang
dimiliki dengan jumlah piutang hutang
yang dimiliki. Hutang yang terlalu besar akan mengakibatkan biaya bunga yang
besar sehingga memperkecil laba bahkan bisa menyebabkan kerugian. Piutang yang
terlalu besar juga akan merugikan karena aktiva yang menganggur terlalu banyak
sehingga tidak menghasilkan pendapatan.
3. Adanya kecurangan yang dilakukan oleh
manajemen perusahaan bisa mengakibatkan kebangkrutan. Kecurangan ini akan
mengakibatkan kerugian bagi perusahaan yang pada akhirnya membangkrutkan perusahaan.
Kecurangan ini bisa berbentuk manajemen yang korup ataupun memberikan informasi
yang salah pada pemegang saham atau investor.
Sedangkan faktor eksternal yang bisamengakibatkan
kebangkrutan berasal dari factor yang berhubungan langsung dengan perusahaan
meliputi pelanggan, supplier, debitur, kreditur, pesaing ataupun dari
pemerintah. Sedangkan faktor eksternal yang tidak berhubungan langsung dengan
14perusahaan meliputi kondisi perekonomian secara makro ataupun faktor
persaingan global.
Faktor-faktor
eksternal yang bisa mengakibatkan kebangkrutan adalah :
1. Perubahan dalam keinginan pelanggan yang
tidak diantisipasi oleh perusahaan yang mengakibatkan pelanggan lari sehingga
terjadi penurunan dalam pendapatan. Untuk menjaga hal tersebut perusahaan harus
selalu mengantisipasi kebutuhan pelanggan dengan menciptakan produk yang sesuai
dengan kebutuhan pelanggan.
2.
Kesulitan bahan baku karena supplier
tidak dapat memasok lagi kebutuhan bahan baku yang digunakan untuk produksi.
Untuk mengantisipasi hal tersebut perusahaan harus selalu menjalin hubungan
baik dengan supplier dan tidak menggantungkan kebutuhan bahan baku pada satu
pemasok sehingga risiko kekurangan bahan baku dapat diatasi.
3.
Faktor debitur juga harus diantisipasi
untuk menjaga agar debitor tidak melakukan kecurangan dengan mengemplang
hutang. Terlalu banyak piutang yang diberikan debitor dengan jangka waktu
pengembalian yang lama akan mengakibatkan banyak aktiva menganggur yang tidak
memberikan penghasilan sehingga mengakibatkan kerugian yang besar bagi
perusahaan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, perusahaan harus selalu
memonitor piutang yang dimiliki dan keadaan debitor supaya bisa melakukan
perlindungan dini terhadap aktiva perusahaan.
4. Hubungan yang tidak harmonis dengan
kreditur juga bisa berakibat fatal terhadap kelangsungan hidup perusahaan.
Apalagi dalam undang-undang no.4 tahun 1998, kreditor bisa memailitkan
perusahaan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, perusahaan harus bisa mengelola
hutangnya dengan baik dan juga membina hubungan baik dengan kreditor.
5. Persaingan bisnis yang semakin ketat
menuntut perusahaan agar selalu memperbaiki diri sehingga bisa bersaing dengan perusahaan
lain dalam memenuhi kebutuhan pelanggan. Semakin ketatnya persaingan menuntut
perusahaan agar selalu memperbaiki produk yang dihasilkan, memberikan nilai
tambah yang lebih baik bagi pelanggan.
6. Kondisi perekonomian secara global juga
harus selalu diantisipasi oleh perusahaan. Dengan semakin terpadunya
perekonomian dengan Negara-negara lain, perkembangan perekonomian global juga
harus diantisipasi oleh perusahaan.
B.
Penyelesaian Kegagalan Perusahaan
Penyelesaian Sukarela (Voluntary Settlements)
a. Extensions
(perpanjangan)
Menunda saat jatuh tempo kredit yang diberikan kepada perusahaan.
b. Composition
Para kreditur atau investor bersedia menerima
pembayaran sebagian tagihannya, dan merelakan sebagian yang lainnya tidak
terbayar.
c. Liquidation by
voluntary aggreement
Para kreditur secara bersama memutuskan meminta
likuidasi perusahaan secara informal.
Penyelesaian Lewat
Pengadilan (Settlements Involving Letigation)
Liquidation (likuidasi)
Apabila kondisi keuangan perusahaan sudah tidak bisa
diperbaiki lagi maka likuidasi merupakan satu-satunya alternatif
penyelesaian.
Pihak yang bisa mengajukan atau memintakan dilikuidasi
atau kepailitan:
a. Debitur
b. Seorang atau lebih debitur
c. Jaksa
Keputusan bangkrut ditetapkan oleh pengadilan
(pengadilan niaga).
Penjualan asset perusahaan yang sudah bangkrut biasanya
dilakukan dengan cara lelang dan hasilnya dibagikan kepada para kreditur
setelah dikurangi dengan biaya-biaya kepailitan.
Pembagian hasil likuidasi kepada kreditur dilakukan
berdasarkan prosentase tertentu secara pro-rata.
C. Reorganisasi
Perusahaan
Reorganisasi adalah suatu upaya untuk
menjaga perusahaan tetap hidup dengan mengubah struktur modalnya (pemodelan
ulang struktur modal). Dalam situasi ekonomi dan bisnis yang tidak menggembirakan perusahaan sering terpaksa
harus bertahan dengan apa yang telah ada. Reorganisasi dalam aspek financial
dilakukan untuk memperkecil beban finansial yang tetap sifatnya.
Langkah-langkah reorganisasi:
a)
Menentukan
nilai perusahaan
Penilaian yang sering digunakan, dan yang termasuk
sederhana, adalah menghitung nilai perusahaan berdasarkan tingkat kapitalisasi.
b)
Menentukan
struktur modal yang baru
Struktur modal tersebut bertujuan mengurangi beban tetap
(bunga) agar perusahaan bisa beroperasi dengan lebih fleksibel. Untuk
mengurangi beban tetap tersebut, total hutang biasanya akan dikurangi. Jika
tidak ada lagi harapan bahwa operasi perusahaan akan berhasil, maka likuidasi
merupakan alternatif satu-satunya yang mungkin dilakukan oleh perusahaan.
Reorganisasi dilakukan dengan cara :
a) Melakukan
penghematan biaya. Pengeluaran – pengeluaran yang tidak perlu, ditunda atau dibatalkan.
b)
Menjual aktiva-aktiva yang tidak diperlukan.
c)
Divisi (unit bisnis) yang tidak menguntungkan dihilangkan atau digabung.
d)
Menunda rencana ekspansi sampai situasi dinilai telah menguntungkan.
e) Memanfaatkan
kas yang ada, tidak menambah hutang (kalau dapat dikurangi dari hasil penjualan
aktiva yang tidak perlu), dan menjaga likuidasi. Dalam jangka pendek mungkin
sekali profitabilitas dikorbankan (profitabilitas terpaksa negatif).
Jenis-jenis reorganisasi
Reorganisasi dapat dibagi
menjadi 3 jenis yaitu:
Reorganisasi portofolio/asset.
Reorganisasi portofolio
merupakan kegiatan penyusunan portofolio perusahaan supaya kinerja perusahaan
menjadi semakin baik. Yang termasuk ke dalam portofolio perusahaan adalah
setiap aset, lini bisnis, divisi, unit usaha atau SBU (Strategic Business
Unit), maupun anak perusahaan.
b Reorganisasi modal atau keuangan.
Reorganisasi modal atau keuangan adalah penyusunan
ulang komposisi modal perusahaan supaya kinerja keuangan menjadi lebih sehat.
Kesehatan perusahaan dapat diukur berdasarkan rasio kesehatan yang antara lain:
tingkat efisiensi (efficiency ratio), tingkat efektifitas (effectiveness
ratio), profitabilitas (profitability ratio), tingkat likuiditas (liquidity
ratio), tingkat perputaran aset (asset turn over), leverage ratio dan market
ratio. Selain itu tingkat kesehatan
dapat dilihat dari profil risiko tingkat pengembalian ( risk return profile).
c
Reorganisasi manajemen/organisasi.
Reorganisasi manajemen dan organisasi merupakan penyusunan
ulang komposisi manajemen, struktur organisasi, pembagian kerja, sistem
operasional, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan masalah managerial dan
organisasi.
Pada
dasarnya setiap perusahaan dapat menerapkan salah satu jenis reorganisasi pada satu saat
namun bisa juga melakukan reorganisasi secara
keseluruhan karena aktifitas reorganisasi saling
terkait. Pada umumnya sebelum melakukan reorganisasi, manajemen perusahaan
perlu melakukan penilaian secara komprehensip atas semua permasalahan yang
dihadapi perusahaan, langkah tersebut umum disebut sebagai due diligence atau
penilaian uji tuntas perusahaan. Hasil penilaian ini sangat berguna untuk
melakukan langkah reorganisasi yang perlu
dilakukan berdasar skala prioritasnya.
Alasan
perusahaan melakukan reorganisasi.
- Masalah Hukum/desentralisasi
Undang-undang no.22/1999 dan
no.25/1999 telah mendorong korporasi untuk mengkaji ulang cara kerja dan
mengevaluasi hubungan kantor pusat, dengan anak-anak perusahaan yang menyebar
di seluruh pelosok tanah air. Keinginan Pemerintah Daerah untuk ikut menikmati
hasil dari perusahaan-perusahaan yang ada di daerah masing-masing menuntut
perusahaan untuk mengkaji ulang seberapa jauh wewenang perlu diberikan kepada
pimpinan anak-anak perusahaan supaya bisa memutuskan sendiri bila ada masalah-masalah
hukum di daerah.
b.Masalah
Hukum/monopoli
Perusahaan yang telah
masuk dalam daftar hitam monopoli, dan telah dinyatakan bersalah oleh Komisi
Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU)/pengadilan, harus melakukan restrukturisasi
agar terbebas dari masalah hukum. Misalkan, perusahaan harus melepas atau
memecah divisi supaya dikuasai pihak lain, atau menahan laju produk yang masuk
ke daftar monopoli supaya pesaing bisa mendapat porsi yang mencukupi.
c.
Tuntutan
pasar
Konsumen dimanjakan dengan semakin
banyaknya produsen. Apalagi dalam era perdagangan bebas produsen dari manapun boleh ke Indonesia. Hal
ini menuntut perusahaan untuk memenuhi tuntutan konsumen yang antara lain
menyangkut kenyamanan (convenience), kecepatan pelayanan (speed), ketersediaan
produk (conformity), dan nilai tambah yang dirasakan oleh konsumen (added
value). Tuntutan tersebut bisa dipenuhi bila perusahaan paling tidak mengubah
cara kerja, pembagian tugas, dan sistem dalam perusahaan supaya mendukung
pemenuhan tuntutan tersebut.
d.
Masalah
Geografis
Perusahaan yang melakukan ekspansi
ke daerah-daerah sulit dijangkau, perlu memberi wewenang khusus kepada anak
perusahaan, supaya bisa beroperasi secara efektif. Demikian juga jika melakukan
ekspansi ke luar negeri, korporasi perlu mempertimbangkan sistem keorganisasian
dan hubungan induk-anak perusahaan supaya anak perusahaan di manca negera dapat
bekerja baik.
e.
Perubahan
kondisi perusahaan
Perubahan kondisi perusahaan sering
menuntut manajemen untuk mengubah iklim supaya perusahaan semakin inovatif dan
menciptakan produk atau cara kerja yang baru. Iklim ini bisa diciptakan bila
perusahaan memperbaiki manajemen dan aspek-aspek keorganisasian, misalnya
kondisi kerja, sistem insentif, dan manajemen kinerja.
f.
Hubungan
holding-anak perusahaan
Korporasi yang masih
kecil dapat menerapkan operating holding system, dimana induk dapat terjun ke
dalam keputusan-keputusan operasional anak perusahaan. Semakin besar ukuran
korporasi, holding perlu bergeser dan berlaku sebagai supporting holding, yang
hanya mengambil keputusan-keputusan penting dalam rangka mendukung anak-anak
perusahaan supaya berkinerja baik. Semakin besar ukuran korporasi, induk harus
rela bertindak sebagai investment holding, yang tidak ikut dalam aktifitas
tetapi semata-mata bertindak sebagai pemilik
anak-anak perusahaan, menyuntik ekuitas dan pinjaman, dan pada akhir
tahun meminta anak-anak perusahaan mempertanggungjawabkan hasil kerjanya dan
menyetor dividen.
g.
Masalah
Serikat Pekerja
Era keterbukaan yang diikuti dengan
munculnya undang-undang ketenaga kerjaan yang terus mengalami perubahan
mendorong para buruh untuk semakin berani menyuarakan kepentingan mereka.
h.
Perbaikan
image korporasi
Korporasi sering
mengganti logo perusahaan dalam rangka menciptakan image baru, atau memperbaiki
image yang selama ini melekat pada stakeholders korporasi. Sebagai contoh,
beberapa tahun lalu, PT Garuda Indonesia mengganti logo perusahaan supaya image
korporasi mengalami perubahan.
i.
Fleksibilitas
Manajemen
Manajemen seringkali
merestrukturisasi diri supaya cara kerja lebih lincah, pengambilan keputusan
lebih cepat, perbaikan bisa dilakukan lebih tepat guna. Reorganisasi ini biasanya
berkaitan dengan perubahan job description, kewenangan tiap tingkatan manajemen
untuk memutuskan pengeluaran, kewenangan dalam mengelola sumber daya (temasuk
SDM), dan bentuk organisasi. PT Kimia Farma melakukan reorganisasi perusahaan dengan memisah
unit apotik supaya manajemen menjadi semakin lincah dan fokus beroperasi.
j.
Pergeseran
kepemilikan
Pendiri korporasi biasanya
memutuskan untuk melakukan go public setelah si pendiri menyatakan diri sudah
tua, tidak sanggup lagi menjalankan korporasi seperti dulu. Perubahan paling
sederhana adalah mengalihkan sebagian kepemilikan kepada anak-anaknya. Tapi
cara ini seringkali tidak cukup.
k.
Akses
modal yang lebih baik
PT Indosat menjual sebagian sahamnya
di Bursa Efek New York (NYSE) dengan tujuan supaya akses modal menjadi lebih
luas. Dengan demikian, perusahaan tersebut tidak harus membanjiri BEJ dengan
sahamnya setiap kali membutuhkan modal. Sebagai dampak tindakan ini struktur
kepemilikan otomatis berubah.
Reorganisasi
perusahaan sebetulnya tak harus menunggu perusahaan menurun, namun dapat
dilakukan setiap kali, agar perusahaan dapat bersaing dan tumbuh berkembang.
Dalam keadaan normal, perusahaan perlu melakukan pembenahan dan perbaikan
supaya dapat terus unggul dalam persaingan, atau paling tidak dapat bertahan.
Cara reorganisasi ditempuh apabila
kesulitan keuangan perusahaan tersebut diperkirakan masih bisa diperbaiki,
karena prospek perusahaan diperkirakan masih baik. Dengan kata lain, apabila
kondisi perusahaan sudah tidak bisa diperbaiki, maka likuidasi harus ditempuh.
DAFTAR PUSTAKA
http://stevieyuda.blogspot.co.id/2013/12/kebangkrutan-dan-reorganisasi.html di akses pada tanggal 3 Juni 2016 20.05
http://digilib.mercubuana.ac.id/manager/n%21@file_skripsi/Isi2982426606963.pdf di akses pada tanggal 3 Juni 2016 pukul 20.19
Tidak ada komentar:
Posting Komentar